Menu

Mode Gelap

Sosok · 19 Dec 2021 10:10 WIB ·

Sekapur Sirih : Kisah KH. Fadlil Toyyib – Saragan, Rambeanak, Mungkid, Magelang


Sekapur Sirih : Kisah KH. Fadlil Toyyib – Saragan, Rambeanak, Mungkid, Magelang Perbesar

Beliau terlahir pada hari Kamis Legi tanggal 22 April 1915 di Dusun Saragan, Desa Rambianak, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang dari seorang ayah bernama H. Toyyib bin Irgam dan dari seorang ibu yang bernama Hj. Chotijah binti Joikromo.

Di masa balita bernama Suparman, setelah menginjak kanak-kanak masa belajar dasar agama seperti Fasholatan dan Al-Qur’an beliau mengaji di pesantren Mendut di bawah naungan Kyai Badawi sambil sekolah di SR Seminari milik Belanda. Di tempat itulah nama Suparman diganti Fadlil oleh Kyai Badawi.

Setelah remaja beliau pindah di Pondok Pesantren Pabelan di bawah asuhan Kyai Asror. Di Pesantren ini beliau mengaji dasar-dasar ilmu fiqih juga ilmu alat Nahwu Shorof sampai Kalam Alfiyyah Ibnu Malik sampai hafal Kitab Sarah Alfiah, yaitu Kitab Ibnu Aqil. Lalu pindah ke Pacitan yaitu di Termas dibawah asuhan KH. Syekh Dimyati. Di pondok ini selain ngaji pada KH. Syekh Dimyati, juga mengaji pada wakil-wakil beliau yaitu Syekh Masduqi Lasem dan KH. Raden Hamid Pasuruan. Karena pada masa-masa beliau adalah Qore’ Qore’ Pondok Pesantren Termas. Di situlah KH. Fadlil remaja mengaji fiqih Syafi’iyyah sampai mempunyai Kitab Al Um karangan Imam Syafi’i, kelak mendirikan Pondok Pesantren yang diberi nama Islamiyyah Salafiyyah Assafi’iyyah. Di Pesantren Termas beliau juga mengaji ilmu Mantiq Balaghoh, Badi’ Ma’ani, Bayan, juga mengaji Sirojul Qori’ metode Qiroatu Sab’ah.

Setelah itu pindah ke Pondok Pesantren Bendo Pare Kediri di bawah asuhan Kyai Chozin, Kyai Muhajir, Kyai Hayat. Selain di Bendo juga sering tabarukan mengaji kitab Tafsir dan Hadits pada beliau Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari Tebuireng dan Syekh Bisri Samsuri Denanyar.

Pada masa pendudukan Jepang pada tahun 1944 dan masih menjadi santri di Bendo Pare Kediri, beliau ikut bergabung PETA, yaitu Tentara Pertahanan Tanah Air atas anjuran dari Syekh Hasyim Asy’ari dengan Resolusi Jihad dari kalangan para ulama, kyai dan santri dengan Batalyon 452.

Pada perang 10 November 1945 di Surabaya juga ikut diterjunkan. Setelah Surabaya reda, kemudian dikirim ke daerah Ambarawa dan Magelang untuk menghadapi pasukan sekutu yang menduduki Semarang dan Ambarawa.

Pada tahun 1948 setelah peperangan dimenangkan Tentara RI, baliau pulang kampung untuk mendirikan Madrasah sebagai cikal bakal Pondok Pesantren Islamiyyah Salafiyyah Assafi’iyyah. Pada tahun 1952 ikut berjuang di NU mendirikan partai politik untuk ikut pemilihan umum setelah keluar dari Masyumi.

Pada tahun 1954 kena fitnah ikut DI/TII yang akhirnya ditangkap dan dipenjara di Ambarawa. Terfitnahnya beliau ikut DI/TII dikarenakan dulu satu Batalyon 452 PETA dan Batalyon ini membelot mengikuti DI/TII. Akhirnya pada tahun 1958 dikeluarkan dari penjara setelah mendekam selama 4 tahun.

Setelah keluar dari penjara tahun 1958 atas nasihat Simbah Kyai Dalhar Watucongol dan Simbah Kyai Siroj Romo Agung Payaman disuruh untuk istiqomah di Nahdlatul Ulama.

Pada tahun 1965 ikut Ansor Banser dalam penumpasan PKI di bawah pelatihan Bpk. Sarwo Edi Wibowo, bahkan di rumah beliau pernah dijadikan tempat istirahat Bpk. Sarwo Edi Wibowo dan pasukannya selama beberapa hari dalam rangka pembersihan orang-orang PKI di Magelang dan sekitarnya.

Pada tanggal 31 Juli 1982 beliau KH. Fadlil mendapatkan SK dari Pemerintah Indonesia yaitu pengakuan, pengesahan dan penganugerahan Veteran Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia.

Pada tahun 1984 beliau menjabat sebagai Suriyyah Nahdlatul Ulama Kabupaten Magelang dan mewakili utusan dari Magelang sebagai peserta Muktamar NU yang ke-27 1984 di Pondok Pesantren Assyafi’iyyah Asambagus Situbondo Jawa Timur yang memutuskan Nahdlatul Ulama kembali ke Khittah 1926 terlepas dari politik praktis.

Pada tanggal 28 September 1992, bertepatan hari Senin Kliwon Jam 08.00 WIB/1 Rabi’ul Akhir 1413 H, KH. Fadlil dipanggil Allah SWT dengan meninggalkan istri dan anak-anak, serta beberapa cucu, di antaranya:

1. Nyai Hj. Munawwaroh : Istri

2. KH. Rofi’i Fadlil : Anak

3. Nyai Masruroh : Menantu

4. KH. Nuruddin Fadlil : Anak

5. Nyai Walidah : Menantu

6. Nyai Hj. Muzzaro’ah : Anak

7. KH. Mufid : Menantu

8. KH. Romadlon Fadlil : Anak

9. Nyai Siti Mahsuroh : Menantu

10. K. Rodlil Fadlil : Anak

11. K. Basir Khamidi Fadlil : Anak

Semoga amal ibada beliau, KH. Fadlil diterima Allah SWT, dan perjuangan di segala bidang untuk agama, bangsa negara dan masyarakat menjadi suri tauladan yang dapat ditiru dan diikuti, bukan hanya sebagai kebanggan semata.

admin
Author: admin

Artikel ini telah dibaca 309 kali

badge-check

Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Lainnya

Jadi Ketum Baru Fatayat NU, Ini Dia Sosok Margaret Aliyatul Maimunah

17 July 2022 - 01:54 WIB

Sebuah Solusi Kyai Wahab Hasbullah Tentang Qurban

10 July 2022 - 09:30 WIB

Akhlak Mulia Mbah Yai Hamid Pasuruan dan Ijazahnya

7 March 2022 - 03:22 WIB

Syekh Abdul Ghani Albimawi – Mahaguru Nusantara

21 December 2021 - 14:24 WIB

Pencipta Sholawat Nahdliyyah, KH. Hasan Abdul Wafi

15 September 2021 - 14:17 WIB

Kiai Rahmat Magelang, Lumpuh Bertahun-Tahun Tanpa Hadast

13 September 2021 - 23:50 WIB

Trending di Sosok